Dikotomi Moralitas Santri Dengan Budaya Barat


Tidak perlu kita pertanyakan lagi sebenarnya apa dan bagaimana peran dari seorang santri itu sendiri. Karena memang sudah jelas, hidup di kawasan pesantren yang  penuh dengan tuntunan dan bimbingan akhlak/moral yang baik dapat mengenalkan mereka terhadap masyarakat luas bahwa begitu pentingnya sebuah moral di setiap ruang lingkup kehidupan kita setiap harinya.
Banyak orang mengenal bahwa moral hanya di batasi kepada pergaulan semata saja, padahal sebenarnya itu tidak. Melihat dari arti sebenarnya bahwa, Moral adalah perilaku yang baik antar sesama makhluk. Dari atasan kebawahan, dari bawahan ke atasan, dan lain sebagainya. Begitupun juga moral yang terdapat di sebuah Pesantren. Bagaimana akhlak yang baik antara santri terhadap gurunya, antara guru terhadap santrinya, antar santri dengan santri dan antara guru dengan guru. Karena memang semua itu tidak terlepas dari adanya akhlakul karimah dari yang satu kepada yang lain untuk sama-sama bisa terlepas dari “pergulatan dekadensi moral masyarakat pesantren”.
Sebenarnya sudah terpampang jelas di dalam sabda Rosululloh SAW   
إنّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الأخْلاق   Dari hadist ini sebenarnya sudah dapat kita cerna bahwasanya memang di antara sekian banyaknya ilmu yang wajib untuk kita cari yang paling utama adalah akhlaqul karimah (Moral), karena tanpa moral yang Epik maka hidup tidak akan apik,  begitulah slogan yang tepat mengenai perilaku seseorang pada abad masa kini.
Masyarakat mengenal bahwa santri merupakan gambaran utama mereka untuk dijadikan sebuah cermin dalam memperbaiki moral mereka (Masyarakat). Karena rutinitas dan actifitas dari santri sendiri setiap harinya tidak pernah terlepas dari Undang-Undang moralitas yang santun. Kegiatan keseharian mereka selalu di penuhi dengan aturan-aturan yang islami, sehingga kecil kemungkinan mereka  untuk melakukan hal-hal yang tidak semestinya mereka lakukan.
Tapi sayang, sebagian santri yang seharusnya tetap mermpertahankan eksistensi cermin akhlakul karimah walaupun alam sudah mulai berkiblat ke budaya barat sekarang sudah tidak lagi mempersoalkan moral dan akhlaknya. Pilar-pilar akhlakul karimah sudah mulai terabaikan. Gaya-gaya barat sudah mulai menjadi kostum dan trend mereka. Itu terlihat jelas dari gaya mereka, mulai dari gaya rambut, gaya berpakaian, dan gaya mereka dalam bertingkah laku yang sudah mulai mendekati kepada hal-hal yang sudah tidak lazim lagi.
Sebagian terdapat santri  tidak menyadari hal ini, mereka hanya melihat kepada dirinya sendiri, tanpa melirik kepada apa yang semestinya mereka lakukan sebagai seorang santri. Di satu sisi memang kita harus kenal dengan budaya-budaya barat.  Namun, kita sebagai santri juga harus bisa membangun kesadaran sejak awal, bahwa budaya-budaya barat akan berdampak buruk jika kita “kebablasan” dalam meng-Aplikasikannya.
Pengenalan santri di atas terhadap Akhlakul karimah hanya di batasai kepada catatan harian mereka saja, tidak kepada prakticumnya. Agent of Change and Agent of Control sudah mulai tinggal logonya saja. Visi misi mereka dalam menyampaikan perilaku yang baik terhadap masyarakat luas sudah tidak lagi menjadi harapan bangsa. Melihat dari tingkah laku dari santri itu sendiri sudah mulai banyak menuai kritikan pedas. Banyak guru-guru mereka di pandang sebelah mata, seakan-akan tidak pernah menganalnya dan tidak pernah mau mengenalnya. Padahal kita tau bahwa guru adalah orang tua kita di sekolah (pesantren), sehingga sangat di sayangkan sekali jika santri tidak mau untuk menyadari dan membanahi diri mereka yang sepertinya semakin hari semakin mengkhawatirkan.
Fenomena lain sebagai perubahan perilaku sebagian santri yang berkonotasi perubahan Negative Konstruktif adalah adanya keberanian mereka terhadap para guruMelawan dan sudah mulai tidak menghormatinya.
Atas dasar fenomena-fenomena di atas, pada akhirnya perlu diadakan suatu kajian secara lebih mendalam tentang bagaimana perilaku santri dalam kerangka Perbaikan Moral di Tengah-Tengah era Globalisasi. Untuk lebih dapat mengembalikan peran dari santri itu sendiri.
 Maka dari itu, Agar sendi-sendi kehidupan kita sebagai santri tetap kokoh dan kuat, marilah  kita sama-sama introfeksi,  membenahi diri dan kembali kepada apa yang seharusnya kita lakukan sebagai santri. Mengedapankan moralitas-moralitas islamiyah yang sesuai dengan tuntunan dan harapan baginda Rosululloh SAW.

0 Response to "Dikotomi Moralitas Santri Dengan Budaya Barat"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel